Selasa, 31 Desember 2013

Sejarah Tolo

TOLO DALAM LINTASAN SEJARAH
Sebelum terbentuk Keluarahan Tolo yang kini menjadi pusat pemerintahan di Kecamatan Kelara,telah hidup sebuah pemerintahan kerajaan yang Kerajaan Tolo.Dalam sejarah,Kerajaan Tolo telah mengalami dua kali perubahan,yaitu Kakarean Tolo yang pusat kotanya berada di Tolotoa yang dikenak dengan nama Dampang Tolo.Kemudian terbentuk kembali menjadi Kakaraengan Tolo yang pusat kotanya di Bonto Lebang kemudian dipindahkan ke Tolo. Pada awal abad ke-17 M di bumi Turatea telah berdiri kerajaan yang berbentuk kekarean,rajanya disebut kare.Kerajaan yang dimaksud adalah:Kaarean Layu di Layu ,Kakarean Kalmporo di Tana Toa ,Kakarean Tina’ro di Tina’ro,Kakarean Balang di Balang ,Kakareang Manjang Loe di Manjang Loe,Kakareang Ballarompo di Ballarompo dan Kakareang Tolo di Tolo. Raja atau kare dari ketujuh kekarean itu tidak diketahui asal usul keberadaannya,sehingga masyarakat pada waktu itu menyebutnya “Tumanurunga”.Dan kematiannya pula tidak diketahui,jadi tidak ada tempat penguburannya.Kare tiba-tiba lenyap dihadapan rakyatnya,sehingga masyarakat menyebutnya “Tusayangan ri kalakbiranna” (Orang lenyap di dalam kekuasaannya). Sekitar tahun 1600 M telah terjadi pemberontakan rakyat turatea dari ketujuh kekarean melawan kerajaan Gowa.Tujuan dari peperangan ini adalah ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sombayya ri Gowa.Dengan melalui peperangan yang sengit dan memakan banyak korban,maka masyarakat Turatea berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Sombayya ri Gowa.Dengan kemerdekaan itu,maka pemerintahan di bumi Turatea ditata kembali,dan terbentulah kerajaan-kerajaan,yaitu: 1. Kerajaan Binamu yang bersumber dari Kekarean Layu. 2. Kerajaan Tonrokassi yang bersumber dari Kekarean Tonrokassi. 3. Kerajaan Bangkala yang bersumber dari kekarean Kalimporo. 4. Kerajaan Tolo berdiri sendiri yang memang telah terbentuk sebelumnya. 5. Kerajaan Empoang berdiri sendiri. 6. Kerajaan Arungkeke yang mulanya bagian dari Kerajaan Gowa kemudian bergabung dengan Kerajaan Binamu. 7. Kerajaan Tarowang merupakan kerajaan kecil yang berdiri sendiri,sedangkan Bontorappo ikut ke Kerajaan Binamu. 8. Kerajaan Rumbia yang merupakan bagian dari Kerajaan Luwu.
Pada sekitar abad ke-19 Belanda melakukan penyeraangan terhadap kerajaan-kerajaan yang mau tunduk kepadanya,termasuk di dalamnya Kekarean Tolo.Kerajaan Tolo mengalami kekalahan dan benteng Dampang Tolo dihancurkan dan rumah-rumah penduduk dibakar.Dengan hancurnya benteng Dampang Tolo maka berakhir pulalah kakarean Tolo.
Memasuki abad ke-20 Belanda mengizinkan kembali masyarakat untuk membangun kembali Kerajaan Tolo.Maka terbentuklah kembali Kerajaan Tolo dalam bentuk kakaraengan.Raja pertamanya adalah Pateala Karaeng Nyauru.Sebelum istana raja selesai dibangun maka untuk sementara kota raja ditempatkan di Bonto Lebang.Nanti pada tahun 1914 kota raja dipindahkan ke Tolo.Istana Raja Tolo,sekarang ini disebut "Ballakna Karaeng Ajjia".Beberapa bukti keberadaan Kerajaan Tolo,antara lain kompleks kuburan raja-raja Tolo di Nong,istana ballak kambarak di Tolo dan Masjid Toa yang dibangun oleh Raja Tolo yang ke-4,Pamawang Karaeng Tompo.

Kemudian setelah Indonesia merdeka dan setelah terbentuknya Kabupaten Jeneponto, Kakaraengan Tolo digabung dengan kakaraengan Rumbia dengan nama Kecamatan Kelara.Kecamatan Kelara terdiri dari 4 desa/kelurahan,Kelurahan Tolo,Desa Gantarang,Desa Rumbia dan Desa Tompo Bulu.Kemudian pada tahun 1990-an,Kelurahan Tolo dimekar menjadi 5 Kelurahan,yaitu Kelurahan Tolo,Kelurahan Tolo Utara,Kelurahan Tolo Timur,Kelurahan Tolo Selatan dan Kelurahan Tolo Barat.

Senin, 30 Desember 2013

Minuman Khas Jeneponto

BALLO’

Ballo' Tanning alias Ballo' manis dari sadapan nira pohon lontar atau yang sering disebut oleh masyarakat Jeneponto dengan sebutan pohon Tala', adalah salah satu hal terunik yang ada di Kabupaten Jeneponto. Rasa dari Ballo' Tanning ini memang sangat manis dan tidak membuat penikmatnya mabuk, dari rasaya yang manis itulah sehingga ballo Tanning ini dapat digunakan sebagai minuman pelepas dahaga sehabis menempuh perjalanan jauh. Ballo' Tanning ini juga dapat diolah menjadi gula merah.

Rabu, 25 Desember 2013

Kabupaten Jeneponto



Kabupaten Jeneponto











Profi

Nama Resmi
:
Kabupaten Jeneponto
Ibukota
:
Jeneponto
Provinsi 
:
Sulawesi Selatan
Batas Wilayah
:
Utara   :Kab.Gowa dan Kab.Takalar
Selatan:Laut Flores
Barat   :Kab.Takalar
Timur   :Kab.Bantaeng
Luas Wilayah
:
706,52 Km2
Jumlah Penduduk
:

303.035 Jiwa

Wilayah Administrasi

Website
:

:
Kecamatan: 11, Kelurahan: 31, Desa: 82

www.jenepontokab.go.id (Offline)



(Permendagri No.66 Tahun 2011)


Sejarah

Penetapan Hari Jadi Jeneponto sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan waktu yang cukup panjang dan melibatkan banyak tokoh di daerah ini. Kajian dan berbagai peristiwa penting melahirkan beberapa versi mengenai waktu yang paling tepat untuk dijadikan sebagai Hari Jadi Jeneponto.
Kelahiran adalah suatu proses yang panjang, yang merupakan momentum awal dan tercatatnya sebuah sejarah Bangsa, Negara, dan Daerah. Oleh karena itu, kelahiran tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi peradaban manusia.

Jeneponto merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian selatan, tumbuh dengan budaya dan peradaban tersendiri seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman. Menyadari perlunya kepastian akan Hari Jadi Jeneponto, maka dilakukan beberapa upaya dengan melibatkan berbagai elemen di daerah ini melalui seminar –seminar yang dilaksanakan secara terpadu.

Dari pemikiran yang berkembang dalam pelaksanaan seminar tersebut, diharapkan bahwa kriteria yang paling tepat untuk menetapkan Hari Jadi Jeneponto adalah berdasarkan pertimbangan historia, sosio-kultural, dan struktur pemerintahan, baik pada masa pra dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia, maupun pertimbangan eksistensi dan norma-norma serta simbol-simbol adat istiadat yang dipegang teguh, dan dilestarikan oleh masyarakat dalam meneruskan pembangunan.

Selanjutnya, penelusuran tersebut menggunakan dua pendekatan yaitu tanggal, bulan, dan tahun menurut teks dan tanggal kejadiannya, serta pendekatan dengan mengambil tanggal-tanggal, bulan-bulan maupun tahun-tahun yang mempunyai makna-makna penting yang bertalian dengan lahirnya suatu daerah, yang dianggap merupakan puncak kulminasi peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.

Adapun alternatif yang digunakan terhadap kedua pendekatan tersebut di atas yaitu:

Pertama:
a. November 1863, adalah tahun berpisahnya antara Bangkala dan Binamu dengan Laikang. Ini membuktikan jiwa patriotisme Turatea melakukan perlawanan yang sangat gigih terhadap pemerintah Kolonial Belanda.
b. Tanggal 29 Mei 1929 adalah pengangkatan Raja Binamu. Tahun itu mulai diangkat “Todo” sebagai lembaga adat yang refresentatif mewakili masyarakat.
c. Tanggal 1 Mei 1959, adalah berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 1959 menetapkan terbentuknya Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan, dan terpisahnya Takalar dari Jeneponto.

Kedua:
a. Tanggal 1 Mei 1863, adalah bulan dimana Jeneponto menjalani masa-masa yang sangat penting yaitu dilantiknya Karaeng Binamu, yang diangkat secara demokratis oleh “Toddo Appaka” sebagai lembaga representatif masyarakat Turatea.
b. Mundurnya Karaeng Binamu dari tahta sebagi wujud perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
c. Lahirnya Undang Undang No. 29 Tahun 1959.
d. Diangkatnya kembali raja Binamu setelah berhasil melawan penjajah Belanda. Kemudian tahun 1863, adalah tahun yang bersejarah yaitu lahirnya Afdeling Negeri-negeri Turatea setelah diturunkan oleh pemerintah Belanda dan keluarnya Laikang sebagai konfederasi Binamu.
e. Tanggal 20 Mei 1946, adalah simbol patriotisme Raja Binamu (Mattewakkang Dg Raja) yang meletakkan jabatan sebagai raja yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda.

Dengan Demikian penetapan Hari Jadi Jeneponto yang disepakati oleh pakar pemerhati sejarah, peneliti, sesepuh dan tokoh masyarakat Jeneponto, dari seminar Hari jadi Jeneponto yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2002 di Gedung Sipitangarri, dianggap sangat tepat, dan merupakan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan berbagai kesimpulan di atas, maka Hari jadi Jeneponto ditetapkan pada tanggal 1 Mei 1863, dan dikukuhkan dalam peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 1 Tahun 2003 tanggal 25 April 2003.

Sumber : www.jenepontokab.go.id

Arti Logo











Lambang daerah Kabupaten Jeneponto yang menggambarkan unsur-unsur historis, kultur, patriotik, sosialogis, dan ekonomi yang keseluruhanya merupakan bagian mutlak yang tidak terpisahkan dari NKRI.

Terdiri atas lima bagian yang berbeda, yakni pohon lontar dan batang aksara berbentuk (T), kuda putih, globe tiga warna bersusun, daun lontar model pita yang bertuliskan Jeneponto dan model perisai.

Pohon lontar dan batang aksara berbentuk (T) adalah, pohon serba guna lambang kemakmuran. Batang sebagai bahan rumah, buahnya dimakan, airnya dapat dijadikan gula, daunya dibuat menjadi tikar dan lain-lain.

Batangnya yang berbentuk huruf (aksara T) singkatan dari kata Turatea di mana rakyat Kabupaten Jeneponto lebih dikenal sebutan Turatea yang artinya orang dari atas. Huruf (T) ini terletak di atas pondasi yang kuat, yang warnanya hitam diartikan sebagai sesuatu yang kuat dan kukuh.

Kuda putih, lambang kekuatan intelek, kuat, gagah, berani dalam keyakinan yang suci. Binatang serba guna ini erat hubungannya dengan segala segi dan perjuangan hidup manusia dan masyarakat baik dalam bidang sosial dan ekonomi.

Dengan semangat menyala adalah kekuatan dan bersukma turun temurun dengan tanaga kuda yang bersemangat tinggi. Mari membangun umat manusia.

Globe dengan tiga warna bersusun. Dengan tiga rangkain rantai (gelang) yang dipadu jadi satu. Globe berarti cita-cita yang tinggi bukan saja seluas samudra dahsyat atau setinggi Bawakaraeng, tetapi seperkasa bumi sebulat bola dunia, warnanya merah, hijau, kuning, melukiskan kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin.

Warna merah, atau kelahiran bahwa manusia itu dilahirkan dan menjadi anggota masyarakat. Sedangkan hijau pucuk harapan, bahwa manusia setelah dilahirkan menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan pendidikan agar menjadikan manusia sosial yang cakap dan bertanggung jawab.
Sementara kuning (matang).

Bahwa, manusia setelah lahir dan berpendidikan, perubahan ia dapat diandalkan sebagai anggota masyarakat yang sempurna. Dari ketiga pengertian warna lambang daerah Jeneponto, Ini menjadi cita-cita dan kewajiban pemerintah daerah Jeneponto.

Daun lontar model pita yang bertuliskan Jeneponto, menggambarkan kebudayaan yang khas dan tinggi nilainya sejak dahulu kala. Sementara model perisai diartikan, sebagai pelindung dan pengaman atas terwujudnya pancasila di mana Kabupaten Jeneponto adalah bagian dari NKRI. Itulah makna yang terkandung dalam logo karya Mustafa Djalle

Nilai Budaya

Tidak lupa Anda pun bisa mengunjungi wisata Bungung Salapang atau sembilan Sumur. Tempat wisata ini juga sangat menarik untuk dikunjungi, karena bisa disebut sebagi wisata Budaya. Di mana air yang ada di dalamBungung Salapang ini tidak pernah habis meskipun banyak orang yang memakainya, dan hal itu sudah terjadi ratusan tahun yang lalu. Bungung Salapang, oleh sebagian masyarakat Jeneponto juga dipercayai selain dapat menghilangkan berbagai macam penyakit yang ada dalam tubuh, bisa awet mudah juga bisa ketemu jodoh. Dengan cara orang tersebut harus datang dengan niat baik dan tulus, untuk memohon (nasar), sambil mengikat tali yang menyerupai akar-akaran di seputaran pohon atau area Bungung Salapang, sambil berucap dalam hati ‘ Aku akan kembali melepas tali ini setelah jodohku aku temukan ’ lalu membasuh air ke muka. Percaya tidak percaya tempat wisata ini banyak dikunjungi masyarakat dari dalam dan luar Jeneponto. Dan saat ini kawasan Bungung Salapang menjadi potensi khasanah yang unik karena keragaman budaya yang ada di Masyarakatnya selalu berpulang pada kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Sebagian masyarakat mengkulturkan dan menjadikan tempat tersebut sakral.

 Sumber: http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/73/name/sulawesi-selatan/detail/7304/jeneponto

Senin, 23 Desember 2013